Inspiratif (73)

Pada setiap agama mempunyai sasaran atau tujuan penyembahan atau Sesuatu Yang Ilahi dan disembah. Ia bisa disebut TUHAN, Allah, God, Dewa, Ilah, Lamatu’ak, Debata, Gusti Pangeran, Deo, Theos atau penyebutan lain sesuai dengan konteks dan bahasa masyarakat yang menyembah-Nya.

Konsekuensinya, adalah mereka percaya bahwa IA, YANG ILAHI itu, benar-benar ada. Ini berarti pada masing-masing komunitas, menyebut  Ilahi sesuai dengan bahasa yang digunakan sehari-hari.

Dengan demikian di tengah-tengah hidup dan kehidupan masyarakat dan bangsa Indonesia, yang mempunyai ratusan suku serta sub-suku dengan bahasanya masing-masing, ada banyak nama untuk menyebut Sang Ilahi.

Tiap suku [mungkin saja sub-suku] menyebut-Nya sesuai bahasa mereka. Artinya, ada ratusan nama untuk Dia, Sang Pencipta dan Maha Esa serta Maha Kuasa.

Ketika bangsa-bangsa Eropa menyebar agama Kristen [Katolik dan Protestan] ke Nusantara [melalui pintu masuk Malaka, Banten, Sunda Kelapa, Ambon, dan kemudian Flores],  mereka berupaya agar bagian-bagian Alkitab dapat dimengerti melalui bahasa-bahasa yang dipakai rakyat pada masa itu. Sedangkan pada masa itu, Alkitab yang mereka bawa berbahasa Ibrani dan Yunani serta beberapa bahasa di Eropa, misalnya Latin, Inggris, dan Jerman.

Oleh sebab itu, ada upaya memperkenalkan ayat-ayat Alkitab dan ajaran keagamaan kepada penduduk Nusantara, terutama Siapa yang disembah dalam agama Kristen. Itu berarti Alkitab harus diterjemahkan ke dalam bahasa-bahasa yang dipakai oleh penduduk Nusantara.

Pada tahun 1612 M, dimulai penerjemahan Alkitab ke bahasa Melayu [pilihan utama pada bahasa Melayu, karena dipakai secara umum oleh sebagian besar penduduk Nusantara]. Tujuh belas tahun kemudian, diterbitkan Alkitab Bahasa Melayu, dan dipergunakan secara resmi oleh orang Kristen dan gereja-gereja di Nusantara.

Pada waktu berlangsungnya proses penerjemahan, timbul semacam kesulitan untuk menerjemahkan Nama yang disembah pada agama Kristen, ke bahasa dan dialek Melayu. Kesulitan tersebut karena ada banyak Nama untuk menyebut Ilahi dalam bahasa suku dan sub-suku.

Di samping itu, agama Islam [yang telah berkembang di Nusantara] telah memperkenalkan nama Allah, sebagai Yang Maha Esa, Maha Kuasa, dan Pencipta segala sesuatu.

Untuk mencegah perbedaan agama-agama dan dengan alasan kesamaan, para penyebar agama Kristen dari Eropa memakai penyebutan yang sama, yaitu Allah. Situasi itu berlangsung terus hingga penerjemahan Alkitab ke dalam bahasa Indonesia.

Dengan demikian, nama Allah digunakan sebagai sebutan untuk menyebut pusat dan tujuan penyembahan dalam agama Kristen. Nama yang dipergunakan tersebut, sama dengan yang dipakai dalam agama Islam.

Dan dengan itu, berkembang suatu pemahaman bersama, bahwa Allah yang disembah dalam agama-agama, terutama agama Islam, sama dengan dipercayai pada kekristenan.

Pemakaian kata TUHAN Allah [sejarah ringkas]

Pada masa kini, sesuai bahasanya, bangsa Indonesia menyebut nama Yang Ilahi, dengan sebutan-sebutan TUHAN; Allah; TUHAN Allah, bahkan Allah TUHANku. Hampir semua agama-agama di Indonesia memakai penyebutan tersebut.

Demikian juga agama Kristen di Indonesia, menerima penyebutan itu sebagai sapaan terhadap Yang Ilahi, sehingga, bangsa Indonesia [yang sering menyebut diri sebagai bangsa yang beragama].

Dan, seringkali terdengar kata-kata yang muncul dari orang Indonesia, bahwa ia percaya TUHAN; ia adalah umat Allah; saya sebagai hamba Allah; agama Allah; saya percaya kepada TUHAN Yang Maha Esa, dan lain sebagainya. Pemakaian kata TUHAN, Allah, atau TUHAN Allah pada agama-agama di Indonesia, melalui perjalanan sejarah yang rumit dan cukup panjang.

Kata TUHAN, Tuhan, dan Allah, [lepas dari atribut Ilahinya] masuk ke dalam perbendaharaan bahasa Indonesia, karena pengaruh bahasa-bahasa Semit [misalnya bahasa Aram, Ibrani, Arab] dan Melayu. Bahasa Semit adalah bahasa-bahasa yang dipakai oleh masyarakat Timur Tengah pada masa lalu sampai sekarang.

Serta, harus dipahami juga bahwa Kitab-kitab Suci [dan bagian-bagiannya] agama-agama Samawi, pada awalnya, ditulis dalam bahasa-bahasa Semit. Kemudian bahasa Yunani. Pengaruh bahasa dan dialek Melayu, karena dipakai [sebagai bahasa pergaulan] oleh hampir semua suku dan sub-suku di Semenanjung Malaysia, Thailand Selatan dan Kepulauan Nusantara.

EL

Pada masyarakat Timur Tengah Kuno, ada banyak penyebutan untuk menyebut Sang Ilahi. Penyebutan tersebut, juga sesuai dengan konteks budaya, sosial, bahasa yang dipakai.

Siapapun nama atau apapun sebutannya, menunjuk pada Pribadi super natural dan non material, yang diyakini ada; serta akibat dari keberadaan-Nya dirasakan oleh umat manusia. Beberapa orang dari antara masyarakat Timur Tengah Kuno, misalnya Abraham, Ishak, Yakub, sesuai dengan bahasa Aram yang mereka gunakan, memakai kata El untuk menyebut Ilahi.

Pada bangsa-bangsa berbahasa Semitik El, artinya Yang kuat dan Maha kuasa; El merupakan Ilah pribadi dan komunitas, berbeda dengan ilah-ilah lain.

El mempunyai ikatan erat dengan yang menyembah-Nya. Jika seseorang menyembah El, maka ia dilarang menyembah ilah-ilah lain.

Sehingga, mudah dipahami jika ada penyebutan Eloheey-Abraham, Eloheey-Ishak, Eloheey-Yakub pada Alkitab bahasa Ibrani; jadi, bukan Elohym Abraham, Elohym Ishak, Elohym Yakub; dalam Alkitab bahasa Indonesia menjadi Allah Abraham, Allah Ishak, Allah Yakub.

El merupakan bentuk tunggal atau esa; sedangkan kata Elohim berbentuk jamak. Semuanya itu, sekaligus menunjukkan bahwa sejak dulu-kala,  sebelum ada sistem ajaran agama-agama seperti sekarang, Abraham, Ishak, Yakub telah melakukan penyembahan yang bersifat monoteis atau bahkan mono-religius.

Penyembahan yang monoteis, melahirkan atau mengalami perkembangan oleh agama-agama yang muncul kemudian di Timur Tengah. Misalnya. Yudaisme, Kristen, Katolik, dan kemudian Islam. Agama-agama yang menyembah Ilahi yang monoteis tersebut, kemudian berkembang ke pelbagai penjuru dunia, termasuk sampai ke Nusantara [nama Indonesia sebelum kemerdekaan].

ALLAH

Kata Allah sudah ada dan dikenal masyarakat Timur Tengah sebelum muncul agama-agama. Misalnya, Abraham, Ishak, Yakub sudah menyembah El yang Esa [Alkitab bahasa Indonesia, menggunakan kata Allah].

Demikian juga, suku Hanif di jazirah Arab, sebelum ada agama, mereka sudah melakukan penyembahan bersifat monotheis. Penduduk kota Mekah [sebelum munculnya Agama Islam] juga mempunyai keyakinan pada Allah sebagai Pencipta langit dan bumi; mengatur tata surya; menguasai iklim dan musim, dan lain sebagainya.

Kata Allah berasal dari kata-kata rumpun bahasa Aram, yaitu Al dan Ilah.  Kata Ilah diartikan sebagai TUHAN yang disembah dan Yang Maha Kuasa. Penambahan kata sandang Al, sehingga menjadi Al-Ilah. Kata Allah dipakai sebagai penyebutan nama Pribadi untuk menyebut Yang Maha Esa, Maha Kuasa dan Pencipta Alam semesta.

YHWH dan TUHAN

“Selanjutnya berfirmanlah Allah, kepada Musa, “… TUHAN, Allah nenek moyangmu, Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub, telah mengutus aku kepadamu: itulah nama-Ku untuk selama-lamanya dan itulah sebutan-Ku turun-temurun,” Kel 3:15.  Allah [Ibrani, El] yang berfirman kepada Musa, memperkenalkan Diri-Nya sebagai TUHAN; artinya AKU ADALAH AKU, atau AKULAH AKU.

Dalam Alkitab bahasa Ibrani, kata YHWH, ditulis tanpa huruf hidup; sehingga sampai saat ini, sulit mengeja atau membacanya dengan pasti [ada usulan agar membaca YHWH dengan kata YAHWEH, Yahweh, Jahova, atau pun Yahoba].

Menurut Alkitab, Allah yang berfirman kepada Musa tersebut, IA adalah El-Abraham, El-Ishak, El-Yakub. Atau Allah yang disembah oleh Abraham, Ishak dan Yakub adalah YHWH yang sekarang memperkenalkan Diri-Nya kepada Musa. Jadi, nama El yang disembah itu adalah YHWH.

Demikian juga rangkaian pemakaian kata-kata TUHAN dan Allah dalam Ulangan 6:1-26 [Alkitab LAI, TB, 1974].

Secara khusus ayat 4 dan 5 berbunyi “…  TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa! Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu.”

Dalam terjemahan Ibrani, dan hampir semua kata-kata TUHAN dalam pasal ini digunakan kata YHWH; dan kata-kata Allah adalah El. Di sini, sekali lagi terungkap bahwa TUHAN [YHWH] adalah Allah [El] yang disembah oleh umat pada masa itu.

Dengan demikian, ada beberapa catatan, (i) Nama Pribadi dari Allah yang disembah adalah TUHAN [YHWH], artinya Tuan yang empunya  atau memiliki segala sesuatu; (ii) TUHAN telah diimani dan sembah oleh orang-orang beriman sejak dulu kala, sebelum ada agama-agama; (iii) kata TUHAN yang dimaksud Alkitab tidak sama pemakaiannya dalam Pancasila [sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa].

Tuhan dalam Pancasila, hanya penyebutan umum, yang bermakna bahwa bangsa Indonesia percaya kepada  Tuhan; 4hal yang sama dalam kalimat “tiada Tuhan selain Allah,” di sini, kata TUHAN digunakan sebagai sebutan Nama dari Allah [Al-Ilah] yang diimani dan disembah.

TUHAN Allah

Dalam Alkitab [LAI, TB], pemakaian kata TUHAN Allah [Alkitab bahasa Ibrani, YHWH EL] sebanyak 57 kali dan  hanya pada PL; sedangkan kata Tuhan Allah, sebanyak 9 kali [satu kali dalam PL dan 8 kali di PB]. Pemakaian tersebut diterjemahkan dari YHWH El [bahasa Ibrani] dan Kyrios Theos [bahasa Yunani]

Semuanya menunjukkan bahwa Allah yang dipercaya dan disembah oleh orang beriman adalah TUHAN.

Yesus Kristus  juga mengajarkan hal yang sama, dalam Mat 22:37, ketika Ia mengajarkan tentang kasih, Yesus berkata, “Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu,” merupakan kutipan dari “Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu”, Ul 6:5.

Di sini, yang Yesus maksudkan dengan Tuhan adalah sama dengan TUHAN yang disebut dalam Ulangan 6:5. Hal tersebut, mudah dipahami karena Yesus mendapat didikan, bimbingan dan warisan ajaran dari Torah tentang TUHAN. Sehingga Ia pun mengajar  hal yang sama kepada para pengikut-Nya atau orang banyak.

Penyebutan dan penulisan TUHAN, Allahmu atau Tuhan, Allahmu [ada tanda koma antara TUHAN dan Allah] dalam Alkitab, selalu menunjukkan bahwa nama Allah yang menjadi pusat penyembahan orang percaya adalah TUHAN.

Pelepasan tanda koma atau penggabungan kata TUHAN dan Allah menjadi TUHAN Allah serta Tuhan Allah; telah dilakukan oleh para penulis kitab-kitab dalam Alkitab, sebelum ada agama Kristen.

Penggabungan itu, bukan karena sekedar untuk keindahan kata, melainkan bermakna teologis. TUHAN [YHWH] adalah Nama Pribadi dari Allah yang disembah; sedangkan penyebutan Allah untuk Yang Maha Esa, Maha Kuasa dan Pencipta Alam semesta.

Jadi, penyebutan TUHAN Allah, bermakna IA adalah TUHAN, Allah Yang Maha Esa, Maha Kuasa, Pencipta, dan penuh dengan kekuatan serta kemampuan Ilahi. Sehingga jika seseorang menyebut Nama-Nya itu, maka ia harus mencapai pangakuan bahwa Dia adalah TUHAN Allah.

Implikasi pengakuan pada Dia sebagai TUHAN Allah harus terlihat di tengah-tengah hidup dan kehidupan orang yang percaya kepada-Nya. Misalnya, pengakuan bahwa TUHAN itu Allah, TUHAN itu Esa,” Ul 5:7, 6:4; Kel 20:3.

Ia telah menciptakan langit dan bumi serta seluruh isinya, dan yang tetap memeliharanya sampai akhir zaman, Kej 1:2; Maz 24:1-2; 89:89; 104:1 dst; Kol 1:16.

TUHAN Allah telah menyatakan Diri-Nya kepada manusia dengan berbagai cara, Maz 19:2-3;  Rom 1:19-20, tetapi yang tersempurna melalui dan dalam Yesus Kristus, TUHAN dan Juruselamat.

 

Opa Jappy |Mantan Guru dan Dosen